Langsung ke konten utama

Postingan

Catatan Raa - Dalam Diam, Perlahan Pergi

Postingan terbaru

#SharingKepenulisan

TERE LIYE; Simple, Dipaksakan, Didisiplinkan. Selamat pagi para pembaca. Selamat pagi juga untuk para calon penulis, yang sedang berjuang menjadi penulis, pun yang udah jadi penulis. Kali ini, saya pengen nulis, cerita sekaligus sedikit banyak membagi pengalaman serta apa saja yang saya dapatkan dari seminar kepenulisan Tere Liye di hari Senin, 12 Desember 2016 kemaren. Bertempat di Auditorium Universitas Tadulako, Palu. Sangat bersyukur dan termasuk beruntung, bahwa hari itu saya bisa datang dan sempat hadir di seminar tersebut, yang notabene -nya seminar tersebut diisi oleh salah satu penulis hebat dan terkenal yang karya-karyanya telah banyak dikenal orang banyak. Untuk yang belum atau mungkin tak tahu, Tere Liye, atau dengan nama asli Darwis, adalah penulis yang berasal dari Sumatera Selatan. Pria berusia 37 tahun ini telah berhasil melahirkan karya-karya buku yang beberapa bahkan telah diangkat ke layar lebar. Sebut saja Hafalan Sholat Delisa, Moga Bun

#MyCupOfStory

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen  #MyCupOfStory Diselenggrakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com INTUISI SECANGKIR KOPI -Citra Larasari-                                “Sampai kapan kamu akan bersembunyi?” Gadis berhijab itu sedang sibuk menyusun beberapa berkas kerjanya, hingga mendadak terhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Tampak Naya, teman sekamarnya  sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Tak ada jawaban, ia hanya melempar senyum kecil dan kembali melanjutkan kesibukannya. “Ayolah, sudah saatnya kamu membuka jati dirimu. Banyak orang di luar sana yang mengagumi karya-karyamu, termasuk dia.” “Biarkan waktu, dan secangkir kopi itu sendiri yang menentukan takdir kami Nay. Aku akan tetap menjadi si pelukis amatir yang bersembunyi dalam karyanya.” “Baiklah, aku nggak bisa memaksamu. Kamu lebih tahu apa yang terbaik untukmu. Tapi, sekarang kita harus buru-buru ke kantor. Rapat sejam lagi akan dimulai,” ucap Naya.  “Iy

Cerpen

Surat Mayra Agak terlambat Dimas menyadari, bahwa beberapa hari ini dia tak lagi menjumpai Mayra. Perempuan sederhana yang selalu membuatnya merasakan keteduhan di waktu senja. Dimas tak mengerti kemana perginya sosok santun yang tak pernah lupa membawakannya secangkir teh hangat kesukaannya untuk menghabiskan waktu sore di penghujung hari. Merasa dirinya tak juga menemukan Mayra, Dimas uring-uringan. Seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainannya, Dimas tak tenang dan berjalan mondar-mandir menelusuri koridor hotel. “Apa kalian melihat Mayra?” Satu persatu orang yang berpapasan dengannya ditanyainya. Tak terlewat satu orangpun yang luput dari efek kecemasan Dimas terhadap ketidakberadaan Mayra kala itu. “Ada yang tahu Mayra ada dimana?” “Kemana Mayra pergi?” “Tolong beritahu aku jika kalian melihat Mayra.” “Mayra.......!!!!!!” Perlahan semua mulai gelap. Tubuh Dimas ambruk ke lantai.  Meski tak melihat apapun, Dimas masih sempat mendengar langkah kaki or